Monday, May 21, 2012

Air Mata(ku) Menetes … Semoga Menjadi Inspirasi “Kebangkitan” Generasi Baru …

Brakk … suara pintu kelas 6b terdengar. Ada apa ini..?? nih anak kelas enam ada-ada aja kelakuannya … generasi “galau”?@#^?. Sesaat ku dengar mereka berkata : ” Ah … malas masuk sekolah, puuusssiiing try out lagi try out lagi … lebih baik sakit aja deh dari pada masuk sekolah!!”. 
Oh … My God … anak-anak sudah memasuki tahap jenuh dalam belajar. Wah gawat nih para siswa “galau” … para orang tua “galau” dengan hasil try out anaknya. Para guru “galau” dengan target kelulusan yang tinggi dari sekolah. Maka lengkaplah sudah generasi “galau” Indonesia terbentuk, he he … termasuk yang nulis juga neh.
UN berlangsung, ku menghimbau para guru untuk shalat malam dan berdo’a untuk kesuksesan para siswa. “Semoga UN nya lancar dan bisa menjawab dengan baik nak…, Semoga hatimu dibukakan oleh Allah dan bisa menjawab nak …” begitu lah kira-kira para guru mendo’akan para siswanya. Kulihat mata-mata siswa ku bercahaya laksana kunang-kunang di malam hari, penuh dengan semangat … penuh dengan harapan, hangat dan menginspirasiku untuk selalu tersenyum dan bersabar mendidik.
Maaf(kan) gurumu nak… bila hari-hari belajar yang menyenangkan berubah menjadi try out dan try out … lagi, lagi dan lagi … Hidup adalah perjuangan nak … “siapa yang bersungguh-sungguh dia akan mendapat”. UN telah berlalu, ku tugaskan guru terbaikku Pak Dedi untuk mengajak anak-anak “Refreshing” main futsal dan “wisata kuliner” dengan naik sepeda. Mata-mata yang penuh “harapan”, mata-mata yang penuh “semangat” membuat pekerjaan yang “numpuk” terasa “ringan”.
Ku coba menikmati detik-detik kebersamaanku dengan siswa kelas enam. Terbayang ketika mereka masih kelas satu, oh my god … masih ada yang pipis dicelana bahkan BAB di celana. Ingus yang menetes … gak kuat menahan tawa. Nak … di sekolah ini sekolah kita … banyak kenangan indah terukir … ada tawa … tangis, suka cita. Nak … Berjuta-juta do’a terucap dari para gurumu untuk bekalmu nanti. Kejar cita-citamu setinggi bintang diangkasa. “Bermimpilah dan bersungguh-sungguhlah maka Tuhanmu akan memeluk mimpimu”. Rubahlah dunia ini nak… dengan senyummu, rubahlah dunia ini dengan semangatmu. Gurumu akan tersenyum disini … 
Be Your Self 
Stay Cool and lovely … 
and keep Istiqomah …

Tuesday, May 8, 2012

Agar Si Kecil Tak Jadi Anak Pemarah ...

KOMPAS.com - Setiap orangtua pasti ingin mendidik anak sebaik-baiknya, namun seringkali aturan yang mereka terapkan membuat anak-anak merasa terkekang dan menyalahartikan aturan tersebut. Tak jarang hal ini membuat anak-anak menjadi mudah marah, dan berakhir menjadi anak pemarah. Agar sikap pemarah ini tak berkelanjutan sampai dewasa, sebaiknya orangtua membantu anak agar terbebas dari rasa marah yang berlebihan. 
Simak tiga cara yang bisa Anda lakukan agar anak tak menjadi seorang pemarah. 
1. Terbuka pada rasa marah Sejak masih balita, anak-anak sering dibujuk untuk menyangkal perasaan marah. Ungkapan seperti "Jangan marah" memberikan pesan pada balita bahwa kemarahan adalah hal yang buruk dan salah. Padahal sebenarnya marah tidaklah selalu buruk. Mengekang rasa marah akan membuat mereka melakukan tindakan yang tidak baik dan justru memberontak ketika dewasa. Dibanding melarang anak untuk mengekspresikan kemarahannya, lebih baik jika Anda menunjukkan rasa empati ketika menghadapi kemarahan anak. Sampaikan bahwa marah sebenarnya tidak masalah, yang penting bagaimana mengontrol emosi dengan lebih efektif. 
2. Ekspresikan dengan kata-kata dan tulisan Kecerdasan emosional yang tepat, dan kontrol diri, bisa diungkapkan dengan cara menempatkan perasaan dalam kata-kata. Anda bisa membantu anak untuk mengatasi rasa marah dengan konsisten mendorong mereka untuk berbagi apa yang membuat mereka marah. Mungkin saja dengan membuat daftar paling umum yang bisa memicu amarahnya. Tuangkan melalui kata-kata dalam daftar tersebut, apa saja yang bisa membuat mereka marah. Kemudian bandingkan antara daftar Anda dan daftar anak, untuk mendapatkan pemahaman bersama tentang cara mengendalikan rasa marah. 
3. Siap menerima kemarahan Kunci terakhir untuk membantu anak agar menerima dan mengelola kemarahan dengan baik adalah dengan bersedia menerima kemarahan anak. Sebagai orangtua, pasti sulit untuk berada dalam posisi ini, terutama ketika Anda merasa benar. Meskipun demikian, ketika Anda bersedia menerima kemarahan anak, hal ini akan mengirim pesan yang kuat bahwa keluhan mereka didengarkan, dan perasaan mereka diperhatikan oleh orangtuanya. Setelah kemarahan anak reda, Anda bisa menasihati anak dengan lembut, sehingga anak mau mendengarkan saran orangtua, dan menyesali sendiri kesalahannya. Ini jauh lebih baik dibanding ketika Anda berdebat dan balik memarahi anak ketika mereka sedang emosional. 
Cara ini akan mengirimkan sinyal negatif kepada anak bahwa orangtua mereka tidak mengerti perasaan mereka, atau bahkan merasa tidak dicintai. 
Sumber: GALTime 
From : http://female.kompas.com/read/2012/01/25/11184080/Agar.Si.Kecil.Tak.Jadi.Anak.Pemarah

Mengatasi Anak Berbohong ...#$*??%

SIAPA pun itu, pasti pernah berbohong tanpa pandang usia. Malah, si kecil pun bisa melakukannya. Lantas, bagaimana mengatasi kebiasaan buruk tersebut? Yadi (10) terpaksa menjawab akan bermain di rumah Toni (10), ketika ibunya bertanya dia akan ke mana. Padahal, sebenarnya Yadi tidak bermain ke rumah tetangganya itu, malah berencana berenang di kolam renang kompleks mereka tinggal. 
Berenang di tempat itu, sama sekali dilarang ibunya, kecuali bersama ibu ataupun ayahnya. Mengaku ingin bermain bersama Toni bukan alasan satu-satunya yang diberikan Yadi kepada ibunya. Dia juga sering mengatakan ingin belajar bersama di rumah teman-teman lainnya. Padahal, semua alasan yang diberikannya itu tidak satu pun yang benar. Sebab, ujung-ujungnya adalah pergi ke kolam renang. 
Berbohong agar keinginannya tercapai sering sekali dilakukan Yadi. Bukan hanya Yadi, banyak bocah lain juga berbohong kepada orangtuanya agar permintaan mereka terkabul. Dengan kata lain, setiap orang pernah berbohong. Bahkan di Amerika Serikat, pernah diadakan penelitian yang hasilnya mengungkapkan bahwa semua orang berbohong sebanyak tiga belas kali seminggu. 
Hal menarik dari hasil penelitian itu adalah bahwa anak belajar dusta secara alamiah. Oleh karena itu, anak-anak sudah dapat berbohong, dan itu tidak didasarkan atas peniruan pada orang dewasa, ataupun dari hasil belajar. Namun, hal itu timbul dengan sendirinya. Anak berbohong untuk menghindari gangguan atau aturan yang mengikat dirinya. Seperti yang dilakukan Yadi kepada orangtuanya. 
Lalu, apa yang membuat kebohongan Yadi muncul? Ternyata alasannya sangat sederhana. Itu karena dia tidak ingin diganggu aktivitasnya, yaitu bermain. Dengan berbohong seperti itu, ibu mendapat jawaban yang melegakan, dan tidak akan mengusik kegiatan berenangnya yang mengasyikkan. Masalah yang dibohongkan anak bermacam ragam,dan itu seakan- akan benar, tidak kelihatan mengelabui. Akibatnya, orangtua sering terkena kebohongan anak. Oleh sebab itu, kebohongan pada buah hati harus diwaspadai, karena dapat merugikan diri anak sendiri juga orang lain. 
Para psikolog sepakat, seorang anak mulai berbohong sejak berusia tiga tahun. Sekitar 90 persen di antara anak yang diteliti Ekman ternyata sudah pintar berbohong, sedangkan yang 10 persen dalam proses belajar berbohong, atau masih mengalami masalah karena belum berani berbohong. Pada anak-anak, menurut Arnold Goldberg, seorang psikolog dari Rush Medical College, Chicago, berbohong merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perkembangan kemampuan dalam upaya mengidentifikasi kenyataan sekitarnya. Sementara itu, Paul Ekman dalam bukunya yang berjudul Why Kids Lie, menyatakan keberanian akan berbohong merupakan pertanda munculnya keberanian menafsirkan kenyataan yang ada di sekitarnya, yang pada gilirannya merupakan awal kemandirian. 
Keberanian yang dilakukan Yadi dengan membohongi ibunya menunjukkan kebenaran pendapat kedua psikolog itu. Yadi yang berbohong kepada ibunya itu ingin mandiri, ingin mengurus setiap tugasnya, serta kegiatan bermainnya, tanpa bantuan atau pengaruh ibunya. Hal ini menunjukkan pula, Yadi dapat mengidentifikasikan tanggung jawabnya. Pendapat psikiater berbeda dengan pendapat para psikolog. Menurut psikiater Bryan King dari UCLA School of Medicine yang pernah meneliti kebohongan akibat kelainan patologis, menyatakan bahwa berbohong merupakan perilaku yang melebihi batas-batas kejahatan, tetapi pelakunya tidak harus berbuat dan tidak berbakat bertindak kriminal. Tidak sampai di situ saja, King menemukan kelainan neurologis pada otak anak yang suka berbohong. Pada bagian gudang memori terjadi gangguan yang mengakibatkan hilangnya sejumlah data. 
Pada bagian lain, anak akan mengalami kelemahan pada pusat berpikir kritisnya, yang berfungsi untuk mengevaluasi setiap informasi yang masuk ke otak. Kerusakan neurologis ini akan mengakibatkan hilangnya sensitivitas pada akurasi yang membuat seseorang (pembohong) tidak lagi tahu mana yang bohong dan mana yang tidak bohong (benar). Akhirnya, King berkesimpulan bahwa kebohongan merupakan pasangan tetap beberapa kelainan jiwa. Semua kebohongan dikategorikan sebagai kebohongan yang destruktif, merusak. Artinya, kebohongan itu akhirnya akan menyulitkan sang pembohong sendiri atau menyusahkan orang lain. Menghadapi dua pendapat yang berbeda itu, meskipun berasal dari para ahli jiwa, orangtua hendaknya waspada pada kebohongan anak. Pada satu sisi, menurut psikiater, kebohongan sangat berbahaya karena mengganggu otak. 
Melihat kenyataan seperti ini, orangtua harus hati-hati dan bijaksana. Sebab, jika anak berhasil berbohong akan merasakan enak dan begitu mudahnya menghadapi masalah yang memojokkan sekalipun. Akibatnya, anak akan berusaha terus berbuat itu jika menghadapi konflik. Akibat selanjutnya,anak akan meremehkan orang lain. Menghadapi anak yang gemar berbohong, Anda sebagai orangtua harus berani menelusuri pernyataan (bohong) itu,yaitu dengan memeriksa atau bertanya kepada teman-temannya, kegiatan apa yang mereka lakukan ketika bersama-sama. Dengan cara ini, dia tidak akan banyak berbohong lagi, bahkan sikapnya akan memperlihatkan pernyataannya tadi adalah bohong. 
"Pemantauan dan penelusuran pada kebohongan anak perlu dilakukan sedini mungkin, karena pada masa remaja, kebohongan pada masa kanak-kanak mulai mencari bentuknya, sehingga kebohongan masa kanak-kanak akan berkembang terus sampai dewasa," kata psikolog anak alumni Universitas Indonesia (UI), Dr Widjanarko Hidayat. Lebih lanjut ditambahkan Widjanarko, meskipun kebohongan itu untuk berbasa-basi, pada masa dewasa,kebohongan ini juga akan terbentuk kebohongan yang jahat. 
Seperti yang dikatakan Dr Michael Lewis, psikolog dari Rutgers Medical School, berbohong pada usia remaja, ketika dewasa, sudah mulai berfungsi untuk kejahatan, seperti untuk menghindari hukuman dan berupaya membenarkan setiap tindakan yang salah. Orangtua harus bertindak agar kebiasaan anak dalam berbohong bisa berhenti, yakni dengan membongkar bahwa alasan yang diberikan tidak benar. Jika sudah sangat sering dibohongi, orangtua berhak menghukum anak yang telah berbohong tersebut, untuk mendapatkan efek jera. (nsa) 
From : http://lifestyle.okezone.com/read/2009/08/06/196/245553/search.html

Tips Memilih Sekolah yang Baik

Memilih sekolah untuk anak kadangkala menjadi tantangan tersendiri bagi orangtua. Banyak sekolah yang tersebar di kota tempat kita tinggal, tetapi dengan banyaknya pilihan ternyata tidak membuat para orangtua lantas dengan mudahnya memilih sekolah untuk anaknya. Setiap orangtua mempunyai kriteria sendiri dalam menentukan sekolah mana yang tepat bagi anak-anak mereka. Seringkali kriteria sekolah yang ideal menurut orangtua sulit ditemukan dengan kenyataan yang ada. Berikut ini adalah panduan tips memilih sekolah yang tepat untuk anak: 
1. LOKASI Tips memilih sekolah yang tepat untuk anak yang utama adalah mempertimbangkan lokasi sekolah. Lokasi sekolah yang terlalu jauh dari tempat tinggal membuat anak mengeluarkan energi ekstra untuk berangkat dan pulang sekolah, ini akan melelahkan untuk anak. Kelelahan juga akan berpengaruh pada konsentrasi belajar mereka. Selain itu, jauh dekatnya lokasi juga menentukan berapa banyak biaya yang akan Anda keluarkan untuk urusan transportasi. Semakin jauh lokasinya, semakin besar pula biaya yang dikeluarkan untuk perjalanan anak Anda. Akan lebih baik jika Anda memilih sekolah yang lokasinya terjangkau dari tempat tinggal Anda, terutama untuk anak-anak yang masih dibawah umur. 
2. BIAYA Mempertemukan antara kebutuhan dan kemampuan adalah hal yang seringkali sulit untuk dilakukan. Mungkin sebagai orangtua, Anda ingin anak-anak mendapatkan pendidikan dari sekolah yang fasilitasnya baik, namun di balik semua itu ada konsekuensi yang harus dibayar yaitu biaya yang mahal. Sejak awal, ada baiknya Anda sudah menentukan berapa anggaran yang akan Anda sediakan dan keluarkan untuk pendidikan anak-anak. Lalu tanyakan pada sekolah yang Anda datangi berapa biaya untuk uang pangkal, SPP, dan biaya-biaya lainnya yang harus Anda tanggung setiap bulannya. Hitunglah keseluruhannya dan periksa apakah sesuai dengan pemasukan dan anggaran Anda. Lihat pula fasilitas yang mereka sediakan. Apakah fasilitas tersebut sesuai dengan besarnya biaya yang Anda keluarkan. Biasanya besar biaya sebanding dengan fasilitas yang mereka tawarkan. Namun tentu saja Anda harus jeli membandingkannya dengan beberapa sekolah lain. Oleh karena itu, lakukan survei ke beberapa tempat sebelum memutuskan. 
3. KURIKULUM & METODE PENGAJARAN Masing-masing sekolah memiliki kurikulum dan metode pangajaran yang berbeda. Ada sekolah yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai pengantar, ada yang sepenuhnya menggunakan bahasa Inggris, ada pula yang bilingual. Ada yang menggunakan kurikulum nasional dari DIKNAS, ada pula yang menggabungkannya dengan keagamaan. Ada sekolah yang menuntut para siswa untuk duduk di dalam kelas, ada pula yang sebagian besar porsi kegiatannya dilakukan di alam bebas. Misi dan visi tiap sekolah juga berbeda-beda. Pilihlah sekolah yang menurut Anda cocok dengan kepribadian anak. Jika anak Anda aktif dan tidak betah duduk diam di dalam kelas, mungkin akan lebih tepat jika ia bersekolah di sekolah alam. Pemilihan sekolah ini juga dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan Anda. Misalnya Anda ingin anak lebih berani mengungkapkan pendapat, maka Anda dapat memilih sekolah yang lebih banyak menekankan kegiatan diskusinya antara guru dan siswa. 
4. RASA AMAN & NYAMAN Tips memilh sekolah yang terakhir namun juga penting adalah memilih sekolah yang aman dan nyaman bagi anak Anda. Tunjukkan beberapa sekolah yang menjadi pilihan Anda beserta keunggulannya kepada anak Anda. Tanyakan pada anak Anda bagaimana perasaannya. Perhatilkan pula bagaimana keamanan di sekolah tersebut untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Bagi anak usia pra-sekolah, tidak ada salahnya membawa mereka ke acara Open House dan Trial Class yang biasanya diadakan beberapa sekolah menjelang penerimaan siswa baru. Perhatikan bagaimana para guru bersikap pada siswa-siswinya dan seballiknya, bagaimana anak Anda bersikap pada mereka. Keamanan dan kenyamanan adalah hal penting karena merekalah yang nantinya menghabiskan sebagian waktunya di sekolah. Anak-anak sebaiknya belajar di sekolah yang terasa seperti rumah kedua bagi mereka agar mereka tidak merasa tertekan dan belajar dengan terpaksa. 
sumber : http://www.klikunic.com/2012/03/tips-memilih-sekolah-yang-tepat-untuk.html#ixzz1uFPKqq8G