Anak muda dari
Tangier ini merelakan hidupnya pada hembusan angin yang membawanya kemana pun ia singgah. Napak tilas perjalanannya menempatkannya sebagai penjelajah dunia terbesar yang dimiliki peradaban Islam dan dunia. Ia bernama
Ibnu Battuta.
Di pagi hari yang dingin, bertahun 1349, seorang pria Arab berkuda lambat menuju gerbang kota Tangier di pantai Afrika Utara. Bagi Ibnu Battuta, ini adalah akhir dari perjalanan jauhnya. Ketika ia meninggalkan rumahnya di Tangier, dua puluh empat tahun yang lalu, ia tidak pernah merencanakan sebuah perjalanan sedemikian jauh dan lamanya. Dari kejauhan, matanya menyusuri lekuk putih atap-atap rumah dan kubah masjid yang berlatarkan laut Atlantik. Ia mencoba menyusuri kembali ingatannya akan wajah kota yang telah ia tinggalkan selama hampir seperapat abad lamanya.
Kilas balik berawal di tahun 1325. Ketika itu ia hanyalah seorang anak muda berusia 21 tahun, enggan meninggalkan orang tuanya untuk melakukan ibadah haji pertamanya di kota Mekkah, sekitar 3.000 mil ke arah timur. Ia lalui jarak sejauh 3000 mil tersebut, bahkan berlanjut pada perjalanan panjang lainnya sejauh 72.000 mil! Biasanya peziarah haji pasti akan langsung pulang ke kampung halaman mereka masing-masing. Apalagi saat itu tak lazim bagi siapapun pergi dari rumahnya untuk kurun waktu yang sangat lama.