Thursday, January 31, 2013

Download POS UN SD/MI/SDLB Tahun 2013



Badan Nasional Pendidikan (BNSP) telah merilis Prosedur Operasional Standar (POS) Ujian Nasional (UN) tahun pelajaran 2012/2013 untuk tingkat Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)/SDLB. Dalam POS UN SD/MI dan SDLB, Tahun Pelajaran 2012/2013 tercantum beberapa sub bab yang menjadi pedoman dalam penyelenggaraan UN SD/MI/SDLB.

Prosedur Operasi Standar Ujian Nasional, selanjutnya disebut POS UN, Tahun Pelajaran 2012/2013 menyebutkan beberapa ketentuan, misalnya:

Ujian Sekolah/Madrasah selanjutnya disebut Ujian S/M adalah kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi peserta didik yang dilakukan oleh sekolah/madrasah.

Ujian Nasional SD/MI, SDLB, yang selanjutnya disebut UN adalah kegiatan pengukuran dan penilaian pencapaian kompetensi lulusan SD/MI, SDLB, secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kisi-kisi soal UN adalah acuan dalam pengembangan dan perakitan soal UN yang disusun berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dalam Standar Isi Satuan Pendidikan Dasar.

Pada Sub kedua POS UN SD/MI/SDLB, memberikan penjelasan tentang peserta ujian nasional yang menyangkut: (A.) Persyaratan Peserta Ujian Nasional (UN), (B.) Pendaftaran Peserta UN. Selanjutnya pada sub ketiga menjelaskan tentang Penyelenggara UN yang terdiri atas Penyelenggara UN Tingkat Pusat, Penyelenggara UN Tingkat Provinsi, Penyelenggara UN Tingkat Kabupaten/Kota, dan Penyelenggara UN Tingkat Sekolah/Madrasah.

Selengkapnya POS UN SD/MI dan SDLB, Tahun Pelajaran 2012/2013 bisa didownload di sini atau di sini.

Friday, January 18, 2013

Menggugat Mitos Bangsa Bodoh Ciptaan Kolonialisme Barat

Penulis : Agus Sunyoto, Pengasuh di Pesantren Budaya Nusantara

Dalam Sarasehan Ahad Pagi yang bertema ‘Indonesia di tengah arus globalisasi’ dengan narasumber Prof Nafaq al-Bahluli, Ph.D, seorang pakar sejarah sosial. Seperti lazimnya doktor lulusan luar negeri, Prof Nafaq al-Bahluli memiliki pandangan miring bersifat stigmatis terhadap orang-orang Indonesia yang  dikenal sebagai pribumi  pemalas, etos kerjanya rendah, lebih suka menggunakan perasaan daripada akal, suka pamer, pemikirannya diliputi  takhayul, suka berangan-angan, kurang memiliki kemampuan untuk bersaing, dan agak  sedikit bodoh. Itu sebabnya, menurut Prof Nafaq al-Bahluli, di era global ini orang-orang Indonesia hanya berkedudukan sebagai konsumen karena tidak mampu memproduksi komoditas apalagi mendistribusikannya.

Menggugat Mitos Bangsa Bodoh Ciptaan Kolonialisme Barat
foto : http://niadilova.blogdetik.com

Untuk menunjukkan bukti ketidak-mampuan orang-orang Indonesia bersaing di era global, Prof Nafaq al-Bahluli memaparkan kemajuan bangsa Eropa di bidang IPTEK yang jauh tidak terkejar, yang pengaruhnya terlihat pada  sejumlah istilah teknologi Belanda dalam bahasa Indonesia seperti:  Kusir (koetsir), sopir (chauffeur), cek (check), sekop (schoppen), sepur (spoor), spon (spons), slot, grendel, engsel, radio, lampu, gelas,  delman, hotel, jodium, kantoor, bank. Pos (post), bromfiets,  bom, buku (boek), dok, bioskop (bioscoop), plafon, klompen, dll. “Kalau bikin alas kaki yang disebut klompen saja meniru Belanda, apa yang bisa dibikin oleh bangsa ini?” kata Prof Nafaq al-Bahluli dengan nada mengejek lalu melanjutkan,”Bagaimana bisa menyaingi USA, Jepang, Cina, Jerman, Perancis, inggris, bahkan Thailand dan Vietnam kalau bikin peniti saja tidak bisa. Peniti saja impor dari Cina.”
 

Pada saat sesi dialog dibuka Dullah yang tersinggung mencecar Prof Nafaq al-Bahluli dengan memaparkan bukti-bukti kemampuan orang-orang Indonesia memproduksi komoditas yang bisa bersaing di tengah perdagangan global seperti sepeda motor, mobil, televisi, radio, kulkas, pesawat terbang, dll. “Apakah Anda mengingkari fakta bahwa bangsa kita sudah mampu memproduksi mobil Kijang, motor Revo, pesawat Tetuko CN-120, TV Sony, radio Telesonic, kulkas Sharp?” kata Dullah.

“Itu bukan masuk prestasi yang berkaitan dengan kemampuan anak bangsa Indonesia di bidang teknologi,” kata Prof Nafaq al-Bahluli meremehkan.
“Apa Anda mengingkari fakta?” sergah Dullah dengan nada tinggi.

“Tidak ada yang mengingkari fakta,” sahut Prof Nafaq al-Bahluli,”Sebab mobil Kijang yang Anda maksud itu sejatinya adalah mobil Toyota bikinan Jepang. Mobil Kijang diproduksi di Indonesia untuk alasan pemasaran belaka. Jadi, hanya nama saja yang Indonesia: Kijang. Sejatinya itu produk Jepang. Motor Revo, Astrea, Supra, King, Vario sejatinya adalah motor Honda bikinan Jepang yang meluaskan produksi dengan membangun pabrik di Indonesia. Begitu juga dengan produk radio, televisi, kulkas, kipas angin adalah bikinan Jepang yang meluaskan pasar dengan memproduksi di Indonesia. Pesawat pun, itu mencontoh Cassa Spanyol. Bahkan pabriknya sudah bangkrut.”

Dullah diam. Semua peserta sarasehan diam menarik nafas berat atas fakta-fakta yang disodorkan Prof Nafaq al-Bahluli terkait kebodohan dan kemalasan orang-orang Indonesia. Prof Nafaq al-Bahluli sendiri  memandangi hadirin sambil senyum-senyum mengejek.

Tanpa terduga, tiba-tiba Sufi Sudrun bertanya,”Saya mau tanya soal teknologi meriam alias kanon, prof, boleh tidak?”

“Oo silahkan, boleh saja,” sahut Prof Nafaq mengerutkan kening.
“Siapa yang mengembangkan teknologi meriam pertama kali?” tanya Sufi Sudrun.

“Sebagaimana kita ketahui dari sejarah, teknologi pembuatan meriam dikembangkan bangsa Eropa pada abad ke-15. Karena itu, orang-orang Indonesia selalu kalah bertempur melawan Belanda karena tidak punya meriam. Mana mungkin meriam dan senapan dilawan tombak, keris, pedang, panah, kelewang?” jawab Prof Nafaq al-Bahluli menjelaskan.

“Ah rupanya pengetahuan sejarah Anda belum lengkap, prof,” tukas Sufi Sudrun tegas.
“Belum lengkap bagaimana?” sergah Prof Nafaq,”Apa maksudnya?”
“Anda harus membaca lebih detail sejarah perjalanan Vasco da Gama dari Eropa ke India.”

“Mmm, bukankah dia masuk ke Calicut di India tahun 1498?”
“Itu benar, tapi yang saya maksud bagaimana sambutan Samutiru, penguasa Calicut terhadap kehadiran Vasco da Gama waktu itu?”
tanya Sufi Sudrun.

“Kalau tidak salah, Vasco da Gama disambut dengan salvo tembakan bedhil ke udara.”
“Berarti saat Portugis pertama datang ke India, penduduk India sudah menggunakan bedhil, benar begitu kan?”
kata Sufi Sudrun dengan nada tanya.

“Hmm, kayaknya begitu.”
“Tahun 1510, 12 tahun pasca kedatangan Vasco da Gama, d’Abuquerque membawa kapal-kapal akan menyerang Malaka karena Sultan Malaka telah menawan anak buahnya yang dipimpin Diego de Coelho. Lewat kurir Diego de Coelho mengirim surat kepada d’Albuquerque, memperingatkan agar pimpinannya itu tidak gegabah menyerang Malaka. Apakah kira-kira alasan Diego de Coelho meminta pimpinannya itu agar tidak gegabah?”
tanya Sufi Sudrun.

“Kalau tidak salah Diego de Coelho memperingatkan d’Albuquerque tentang meriam-meriam ukuran besar yang melindungi bandar Malaka,” kata Prof Nafaq al-Bahluli.
“Menurut Diego de Coelho, darimana meriam-meriam itu didatangkan?”
“Dari Jawa.”
“Berarti dari Majapahit dan Demak, bukan?”
tanya Sufi Sudrun.
“Kayaknya begitu pak.”
“Dalam sastra  Majapahit Kidung Panji Wijayakrama disebutkan keberadaan alat perang yang disebut BEDHIL  dan BEDHIL BESAR serta istilah JURU MUDI NING BEDHIL BESAR. Apa kira-kira makna alat-alat perang itu?”
kata Sufi Sudrun dengan suara ditekan.

“Eee kalau tidak salah BEDHIL adalah Senapan dan BEDHIL BESAR adalah Meriam, sedang JURU MUDI NING BEDHIL BESAR adalah operator Meriam,” sahut Prof Nafaq al-Bahluli.

“Berarti jauh sebelum Portugis datang ke India tahun 1498, orang Majapahit dan Demak sudah memproduksi BEDHIL dan BEDHIL BESAR yang diperdagangkan sampai ke Malaka. Bukankah seperti itu kesimpulannya, prof?” kata Sufi Sudrun

Prof Nafaq al-Bahluli diam.

“Bagaimana sampeyan dan para sejarawan didikan sekolah menetapkan fakta palsu bahwa senapan dan meriam itu yang memperkenalkan bangsa Eropa? Tidakkah itu mengingkari bahwa penemu mesiu adalah Cina? Bukankah meriam pertama kali digunakan oleh Jenghiz Khan pada pertengahan abad ke-13? Bukankah Majapahit yang letaknya lebih dekat dengan Cina dengan cepat melakukan alih teknologi dibanding Eropa yang sangat jauh dari Cina?” tanya Sufi Sudrun berantai.

Prof Nafaq al-Bahluli termangu-mangu bingung.

“Kalau pada awal abad 15 orang Majapahit dan Demak sudah mampu memproduksi senapan dan meriam,” kata Sufi Sudrun dengan nada tinggi,” Dari aspek mana sampeyan menyimpulkan Bangsa Indonesia adalah bangsa goblok, pemalas, emosional, tidak mampu membuat karya apa-apa kecuali menjadi konsumen pengguna produk bangsa Barat?”


Sumber : Theglobal Review
Sumber : http://strategi-militer.blogspot.com/2013/01/menggugat-mitos-bangsa-bodoh-ciptaan.html

Wednesday, January 16, 2013

Inilah Pengembangan Struktur Kurikulum Baru SD

Kurikulum baru yang akan diterapkan pada ajaran baru tahun 2013 diklaim dikembangkan dari kurikulum yang sekarang masih dipakai, yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam kurikulum baru perubahan yang mencolok adalah berkurangnya jumlah mata pelajaran dari 10 menjadi 6. Ada penambahan jam belajar, yaitu bertambah 4 jam perminggunya menjadi 36 jam untuk kelas tinggi.

Dalam uji publik kurikulum kemarin, yang hanya menampilkan slide kurikulum 2013 terdapat materi seperti gambar di bawah ini:


klik gambar untuk memperbesar

Terilihat pada kurikulum KTSP yang semula 10 mata pelajaran menjadi 6 di kurikulum baru, yaitu: Agama, PKn, Bahasa Indonesia, Matematika, Seni Budaya, dan Penjas. Pada struktur kurikulum baru terjadi penambahan jam belajar 4 jam. Dengan metode tematik intergratif yang akan dipakai membuat guru harus menyesipkan materi yang hilang ke mata pelajaran yang masih tetap ada.

Pada pengembangan struktur kurikulum baru rencananya yang akan menghapus mata pelajaran IPA dan IPS menuai banyak protes. Sehingga muncullah usulan struktur kurikulumbaru seperti pada slide seperti ini:

Klik gambar untuk memperbesar

Seperti yang nampak pada gambar slide di atas, mata pelajaran IPA dan IPS akan diajarkan pada sebagai mata pelajaran pada kelas 4 atau 5. Sebelumnya hanya ada rencana IPA dan IPS hanya akan diintegrasikan dengan mata pelajaran lain. IPA dan IPS hanya akan mendapatkan 3 jam per minggunya.

Perubahan kurikulum 2013 untuk SD pada tahap awal hanya akan diterapkan pada 30% SD yang ada di seluruh Indonesia. Banyak kalangan menilai, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terlalu memksakan kurikulum baru ini, bahkan pengembangannya tanpa mengevaluasi kurikulum sebelumnya, KTSP. Bagaimana komentar Bapak Ibu terhapap srtuktur kurikulum baru ini?

Tuesday, January 15, 2013

Ratu Kalinyamat

Asal-Usul Pangeran dan Ratu Kalinyamat

Nama asli Ratu Kalinyamat adalah Retna Kencana, puteri Sultan Trenggono, raja Demak (1521-1546). Pada usia remaja ia dinikahkan dengan Pangeran Kalinyamat.
Pangeran Kalinyamat berasal dari luar Jawa. Terdapat berbagai versi tentang asal-usulnya. Masyarakat Jepara menyebut nama aslinya adalah Win-tang, seorang saudagar Tiongkok yang mengalami kecelakaan di laut. Ia terdampar di pantai Jepara, dan kemudian berguru pada Sunan Kudus.
Versi lain mengatakan, Win-tang berasal dari Aceh. Nama aslinya adalah Pangeran Toyib, putera Sultan Mughayat Syah raja Aceh (1514-1528). Toyib berkelana ke Tiongkok dan menjadi anak angkat seorang menteri bernama Tjie Hwio Gwan. Nama Win-tang adalah ejaan Jawa untuk Tjie Bin Thang, yaitu nama baru Toyib.
Win-tang dan ayah angkatnya kemudian pindah ke Jawa. Di sana Win-tang mendirikan desa Kalinyamat yang saat ini berada di wilayah Kecamatan Kalinyamatan, sehingga ia pun dikenal dengan nama Pangeran Kalinyamat. Ia berhasil menikahi Retna Kencana putri bupati Jepara, sehingga istrinya itu kemudian dijuluki Ratu Kalinyamat. Sejak itu, Pangeran Kalinyamat menjadi anggota keluarga Kerajaan Demak dan memperoleh gelar Pangeran Hadiri.
Pangeran dan Ratu Kalinyamat memerintah bersama di Jepara. Tjie Hwio Gwan, sang ayah angkat, dijadikan patih bergelar Sungging Badar Duwung, yang juga mengajarkan seni ukir pada penduduk Jepara.

Kematian Pangeran Kalinyamat

Pada tahun 1549 Sunan Prawata raja keempat Demak mati dibunuh utusan Arya Penangsang, sepupunya yang menjadi bupati Jipang. Ratu Kalinyamat menemukan keris Kyai Betok milik Sunan Kudus menancap pada mayat kakaknya itu. Maka, Pangeran dan Ratu Kalinyamat pun berangkat ke Kudus minta penjelasan.
Sunan Kudus adalah pendukung Arya Penangsang dalam konflik perebutan takhta sepeninggal raja Trenggana (1546). Ratu Kalinyamat datang menuntut keadilan atas kematian kakaknya. Sunan Kudus menjelaskan semasa muda Sunan Prawata pernah membunuh Pangeran Sekar Seda Lepen ayah Arya Penangsang, jadi wajar kalau ia sekarang mendapat balasan setimpal.
Ratu Kalinyamat kecewa atas sikap Sunan Kudus. Ia dan suaminya memilih pulang ke Jepara. Di tengah jalan, mereka dikeroyok anak buah Arya Penangsang. Pangeran Kalinyamat tewas. Konon, ia sempat merambat di tanah dengan sisa-sisa tenaga, sehingga oleh penduduk sekitar, daerah tempat meninggalnya Pangeran Kalinyamat disebut desa Prambatan.
Menurut cerita. Selanjutnya dengan membawa jenazah Pangeran Kalinyamat, Ratu Kalinyamat meneruskan perjalanan sampai pada sebuah sungai dan darah yang berasal dari jenazah Pangeran Kalinyamat menjadikan air sungai berwarna ungu, dan kemudian dikenal daerah tersebut dengan nama Kaliwungu. Semakin ke barat, dan dalam kondisi lelah, kemudia melewati Pringtulis. Dan karena selahnya dengan berjalan sempoyongan (moyang-moyong) di tempat yang sekarang dikenal dengan nama Mayong. Sesampainya di Purwogondo, disebut demikian karena di tempat inilah awal keluarnya bau dari jenazah yang dibawa Ratu Kalinyamat, dan kemudia melewati Pecangaan dan sampai di Mantingan.

Ratu Kalinyamat Bertapa

Ratu Kalinyamat berhasil meloloskan diri dari peristiwa pembunuhan itu. Ia kemudian bertapa telanjang di Gunung Danaraja, dengan sumpah tidak akan berpakaian sebelum berkeset kepala Arya Penangsang. Harapan terbesarnya adalah adik iparnya, yaitu Hadiwijaya alias Jaka Tingkir, bupati Pajang, karena hanya ia yang setara kesaktiannya dengan bupati Jipang.
Hadiwijaya segan menghadapi Arya Penangsang secara langsung karena sama-sama anggota keluarga Demak. Ia pun mengadakan sayembara yang berhadiah tanah Mataram dan Pati. Sayembara itu dimenangi oleh Ki Ageng Pemanahan dan Ki Penjawi. Arya Penangsang tewas di tangan Sutawijaya putra Ki Ageng Pemanahan, berkat siasat cerdik Ki Juru Martani.

Serangan Pertama Ratu Kalinyamat pada Portugis

Ratu Kalinyamat kembali menjadi bupati Jepara. Setelah kematian Arya Penangsang tahun 1549, wilayah Demak, Jepara, dan Jipang menjadi bawahan Pajang yang dipimpin raja Hadiwijaya. Meskipun demikian, Hadiwijaya tetap memperlakukan Ratu Kalinyamat sebagai tokoh senior yang dihormati.
Ratu Kalinyamat sebagaimana bupati Jepara sebelumnya (Pati Unus), bersikap anti terhadap Portugis. Pada tahun 1550 ia mengirim 4.000 tentara Jepara dalam 40 buah kapal memenuhi permintaan sultan Johor untuk membebaskan Malaka dari kekuasaan bangsa Eropa itu.
Pasukan Jepara itu kemudian bergabung dengan pasukan Persekutuan Melayu hingga mencapai 200 kapal perang. Pasukan gabungan tersebut menyerang dari utara dan berhasil merebut sebagian Malaka. Namun Portugis berhasil membalasnya. Pasukan Persekutuan Melayu dapat dipukul mundur, sementara pasukan Jepara masih bertahan.
Baru setelah pemimpinnya gugur, pasukan Jepara ditarik mundur. Pertempuran selanjutnya masih terjadi di pantai dan laut yang menewaskan 2.000 prajurit Jepara. Badai datang menerjang sehingga dua buah kapal Jepara terdampar kembali ke pantai Malaka, dan menjadi mangsa bangsa Portugis. Prajurit Jepara yang berhasil kembali ke Jawa tidak lebih dari setengah dari yang berhasil meninggalkan Malaka.
Ratu Kalinyamat tidak pernah jera. Pada tahun 1565 ia memenuhi permintaan orang-orang Hitu di Ambon untuk menghadapi gangguan bangsa Portugis dan kaum Hative.

Serangan Kedua Ratu Kalinyamat pada Portugis

Pada tahun 1564, Sultan Ali Riayat Syah dari Kesultanan Aceh meminta bantuan Demak untuk menyerang Portugis di Malaka. Saat itu Demak dipimpin seorang bupati yang mudah curiga, bernama Arya Pangiri, putra Sunan Prawata. Utusan Aceh dibunuhnya. Akhirnya, Aceh tetap menyerang Malaka tahun 1567 meskipun tanpa bantuan Jawa. Serangan itu gagal.
Pada tahun 1573, sultan Aceh meminta bantuan Ratu Kalinyamat untuk menyerang Malaka kembali. Ratu mengirimkan 300 kapal berisi 15.000 prajurit Jepara. Pasukan yang dipimpin oleh Ki Demang Laksamana itu baru tiba di Malaka bulan Oktober 1574. Padahal saat itu pasukan Aceh sudah dipukul mundur oleh Portugis.
Pasukan Jepara yang terlambat datang itu langsung menembaki Malaka dari Selat Malaka. Esoknya, mereka mendarat dan membangun pertahanan. Tapi akhirnya, pertahanan itu dapat ditembus pihak Portugis. Sebanyak 30 buah kapal Jepara terbakar. Pihak Jepara mulai terdesak, namun tetap menolak perundingan damai karena terlalu menguntungkan Portugis. Sementara itu, sebanyak enam kapal perbekalan yang dikirim Ratu Kalinyamat direbut Portugis. Pihak Jepara semakin lemah dan memutuskan pulang. Dari jumlah awal yang dikirim Ratu Kalinyamat, hanya sekitar sepertiga saja yang tiba di Jawa.
Meskipun dua kali mengalami kekalahan, namun Ratu Kalinyamat telah menunjukkan bahwa dirinya seorang wanita yang gagah berani. Bahkan Portugis mencatatnya sebagai rainha de Japara, senhora poderosa e rica, de kranige Dame, yang berarti "Ratu Jepara seorang wanita yang kaya dan berkuasa, seorang perempuan pemberani".

Pengganti Ratu Kalinyamat

Ratu Kalinyamat meninggal dunia sekitar tahun 1579. Ia dimakamkan di dekat makam Pangeran Kalinyamat di desa Mantingan.
Semasa hidupnya, Ratu Kalinyamat membesarkan tiga orang pemuda. Yang pertama adalah adiknya, yaitu Pangeran Timur Rangga Jumena putera bungsu Trenggana yang kemudian menjadi bupati Madiun. Yang kedua adalah keponakannya, yaitu Arya Pangiri, putra Sunan Prawata yang kemudian menjadi bupati Demak. Sedangkan yang ketiga adalah sepupunya, yaitu Pangeran Arya Jepara putra Ratu Ayu Kirana (adik Trenggana).
Ayah Pangeran Arya Jepara adalah Maulana Hasanuddin raja pertama Banten. Ketika Maulana Yusuf raja kedua Banten meninggal dunia tahun 1580, putra mahkotanya masih kecil. Pangeran Arya Jepara berniat merebut takhta. Pertempuran terjadi di Banten. Pangeran Jepara terpaksa mundur setelah ki Demang Laksamana, panglimanya, gugur di tangan patih Mangkubumi Kesultanan Banten.

Kepustakaan

  • Babad Tanah Jawi. 2007. (terj.). Yogyakarta: Narasi
  • De Graaf HJ, Pigeaud ThGT. 2001. Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
  • Hayati dkk. 2000. Peranan Ratu Kalinyamat di jepara pada Abad XVI. Jakarta: Proyek Peningkatan Kesadaran Sejarah Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan Nasional