Saturday, October 6, 2012

Regulasi Pendidikan


Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
PERATURAN PEMERINTAH
Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008 tentang Guru
Peraturan Pemerintah No 37 Tahun 2009 tentang Dosen
Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan
Peraturan Pemerintah N0.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Peraturan Pemerintah Nomor. 10 Tahun 2008 tentang Perubahan Kesepuluh Atas Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1977 Tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil.
Peraturan Pemerintah Nomor. 8 Tahun 2009 tentang Perubahan Kesebelas Atas Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1977 Tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil.
PP Nomor. 41 Tahun 2009 tentang Tunjangan Profesi Guru dan Dosen, Tunjangan Khusus Guru dan Dosen, serta Tunjangan Kehormatan Profesor
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
KETENAGAAN
Permendiknas RI Nomor. 12 th 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah
Permendiknas RI Nomor 13 th 2007 tentang Standar Kepala Sekolah
Permendiknas RI Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Standar Tenaga Laboratorium Sekolah/Madrasah
Permendiknas RI Nomor 27 Tahun 2008 Tentang Standar Kualifikasi Akademik Dan Kompetensi Konselor
Permendiknas RI Nomor 24 Tahun 2008 Tentang Standar Tenaga Administrasi Sekolah/ Madrasah
Permendiknas RI Nomor 25 Tahun 2008 Tentang Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah/ Madrasah
SERTIFIKASI GURU DAN DOSEN
Permendiknas RI Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Perubahan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 Tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan
Permendiknas RI Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Perubahan Pertama Atas Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 42 Tahun 2007 Tentang Sertifikasi Dosen
Permendiknas RI Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Perguruan Tinggi Penyelenggara Sertifikasi Dosen Tahun 2008
Permendiknas RI Nomor 63 Tahun 2009 Tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan
AKREDITASI SEKOLAH
Permendiknas No. 29 Tahun 2005 tentang Badan Akreditasi Nasional Sekolah-Madrasah
Permendiknas No 11 Tahun 2009 tentang Kriteria dan Perangkat Akreditasi SD-MI.
Permendiknas No.12 Tahun 2009 tentang Kriteria dan Perangkat Akreditasi SMP-MTs
Permendiknas No. 52 Tahun 2008 tentang Kriteria dan Perangkat Akreditasi SMA-MA
8 STANDAR PENDIDIKAN DI SEKOLAH
Permendiknas RI Nomor. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
Permendiknas RI Nomor 16 Tahun 2007 tentang Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru
Permendiknas Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan
Permendiknas Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian
Permendiknas Nomor 24 Tahuan 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana Sekolah
Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses
Permendiknas RI No. 40 Tahun 2008 tentang Standar Sarana dan Prasana SMK/MAK
Permendiknas Nomor 69 Tahun 2009 tentang Standar Pembiayaan
LAIN-LAIN
Permendiknas No. 3 tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2009.
Permendiknas RI Nomor 63 Tahun 2009 Tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru Dan Angka Kreditnya.
Permen dan Reformasi Birokrasi No. 21 tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya
Permendiknas No. 19 tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2010 untuk SMP.
Permendiknas No 17 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi
Permendiknas No 20 Tahun 2010 tentang Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria di Bidang Pendidikan

sumber : http://akhmadsudrajat.wordpress.com/links-pendidikan/

Seharusnya Sekolah Menjadi Tempat yang Menyenangkan


“Pendidikan pada dasarnya adalah upaya penanaman sikap hidup, pandangan hidup, nilai-nilai tentang kehidupan, dan keterampilan hidup.” Itulah kutipan dari artikel yang ditulis oleh Saratri Wilonoyudho, Dosen Universitas Negeri Semarang yang dimuat di kompas.com (02/07/12). Yang banyak terjadi di sekolah formal di Indonesia adalah suasana stres karena anak-anak dikejar ketuntasan pelajaran yang membosankan, yang tidak terkait dengan kebutuhan dan realitas keseharian, serta ujian nasional yang menekan saraf psikologisnya.

Pendidikan harus menciptakan peluang bagi pembudayaan individu agar kapasitasnya berkembang. Seperti yang sudah dilakukan oleh pakar-pakar pendidikan, Ki Hadjar Dewantara, Moch Sjafei, dan Dewi Sartika. Mereka berbicara tentang pendidikan dari kacamata yang berbeda dan luas, terutama berkaitan dengan ”pemerdekaan” dari ”kebudayaan bisu”.


Penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa rata-rata IQ bayi berumur kurang dari dua tahun tidak berbeda signifikan, faktor-faktor ketika anak berangkat besar, seperti kekurangan gizi dan sarana pendidikan, membuat anak dari golongan miskin jauh tertinggal. Orang kaya sanggup ”menghadirkan” sekolah di rumah: ada guru les piano, komputer, dan seterusnya.


Pada kenyataannya banyak orang yang memiliki IQ tinggi tetapi tidak sukses meniti karier, bahkan untuk sekadar bergaul. Buku Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences, Howard Gardner (Basic Books, 1983) menyebut ada
tujuh macam kecerdasan. Kecerdasan-kecerdasan itu adalah 1. kecerdasan linguistik (kecakapan dan kepekaan terhadap arti dan tata kata); 2. Kecerdasan logika-matematika; 3. Kecerdasan musikal (untuk memahami dan mencipta musik); 4. Kecerdasan spasial (kecerdasan berpikir dalam gambar atau visual); 5. Kecerdasan tubuh-kinestetik (keterampilan olah tubuh untuk berekspresi seperti penari, olahragawan); 6. Kecerdasan antarpribadi atau interpersonal, yakni kecakapan untuk memahami individu lain; serta 7. Kecerdasan intrapersonal, yakni kecakapan untuk memahami diri dan menggunakan pengalamannya untuk membimbing orang lain. Masih ada kecerdasan lain, yaitu kepemimpinan edukasional.

Berdasarkan teori tersebut sudah semestinya semua aspek pendidikan dikaji secara kritis sehingga menghasilkan suatu bentuk sekolah yang merupakan ajang interaksi berbagai latar belakang masyarakat untuk saling memahami dalam suasana kesetaraan, keadilan, dan penghormatan. Sekolah menjadi bangunan budaya dalam arti luas.


Sekarang ini tugas mendidik anak diserahkan sepenuhnya kepada sekolah. Kalau anaknya tidak berhasil dalam menempuh kehidupan, sadar atau tidak, pihak sekolah yang disalahkan. Padahal orangtua sendiri sibuk mengejar karier. Kenyataan ini merupakan buah kehidupan keluarga pada zaman modern. Ini yang banyak mendatangkan stres, terutama bagi anak-anak, karena perubahan pola kerja orangtua.


Sekolah
, yang mestinya merupakan tempat belajar, bermain, berteman, dan mengembangkan jati diri, pada akhirnya tidak menjadi tempat yang menyenangkan bagi anak. Bahkan tidak jarang anak justru takut kepada gurunya. Beban pekerjaan rumah, guru yang otoriter, orangtua yang terlalu memaksa agar anaknya berprestasi menjadikan anak trauma untuk pergi bersekolah.

Prof Kurt Singer dari Universitas Munchen, Jerman, berpendapat fakta tersebut sebagai fenomena ”sekolah yang sakit” atau Wenn schule krank macht. Sekolah menjadi tempat penuh sensor, guru yang selalu mengawasi dengan tanpa batas etika-psikologis, perintah sekolah yang selalu menjadi diktator dan mematikan bakat, sekolah menjadi pengadilan yang selalu penuh hukuman sehingga mengakibatkan kegelisahan, ketakutan, penuh ancaman. Semua fenomena ini disebut Kurt Singer sebagai schwarzer paedagogik atau ”pedagogi hitam” (Sindhunata, 2001).


Indonesia seharusnya segera menata kembali sistem pendidikannya agar mencetak anak-anak yang bahagia menjalani proses belajarnya, baik di sekolah maupun di rumah.


Penulis: Saratri Wilonoyudho

Editor: Kurnia Septa

Sumber: Kompas.com

PEMBELAJARAN TERPADU MODEL CONNECTED (TERHUBUNG)

Prabowo (2000:3) mengatakan bahwa pembelajaran terpadu sebagai suatu proses mempunyai beberapa ciri yaitu : (1) berpusat pada siswa (student centered), (2) proses pembelajaran mengutamakan pemberian pengalaman langsung, serta (3) pemisahan antar bidang studi tidak terlihat jelas. Dari beberapa ciri pembelajaran terpadu di atas, menunjukkan bahwa model pembelajaran terpadu adalah sejalan dengan beberapa aliran pendidikan modern yaitu termasuk dalam aliran pendidikan progresivisme. Aliran pendidikan progresivisme memandang pendidikan yang mengutamakan penyelenggaraan pendidikan di sekolah berpusat pada anak (child-centered), sebagai reaksi terhadap pelaksanaan pendidikan yang masih berpusat pada guru dan pada bahan ajar. Tujuan utama sekolah adalah untuk meningkatkan kecerdasan praktis, serta untuk membuat anak lebih efektif dalam memecahkan berbagai problem yang disajikan dalam konteks pengalaman (experience) pada umumnya (William F. O'neill, 1981).

Tujuan pendidikan aliran progresivisme adalah melatih anak agar kelak dapat bekerja, bekerja secara sistematis, mencintai kerja, dan bekerja dengan otak dan hati. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan seharusnya dapat mengembangkan sepenuhnya bakat dan minat setiap anak. Kurikulum pendidikan progresif adalah kurikulum yang mengakomodasi pengalaman-pengalaman (atau kegiatan) belajar yang diminati oleh setiap siswa (experience curriculum). Sedangkan metode pendidikan progresif lebih berupa penyediaan lingkungan dan fasilitas yang memungkinkan berlangsungnya proses belajar secara bebas pada setiap anak untuk mengembangkan bakat dan minatnya (Mudyaharjo, 2001).

Adapun model-model pembelajaran terpadu sebagaimana yang dikemukakan oleh Fogarty, R (1991 : 61– 65) yaitu sebanyak sepuluh model pembelajaran terpadu. Kesepuluh model pembelajaran terpadu tersebut adalah :
1) the fragmented model ( Model Fragmen )
2) the connected model ( Model Terhubung )
3) the nested model ( Model Tersarang )
4) the sequenced model ( Model Terurut )
5) the shared model ( Model Terbagi )
6) the webbed model ( Model Jaring Laba-Laba )
7) the threaded model ( Model Pasang Benang )
8) the integrated model ( Model Integrasi )
9) the immersed model ( Model Terbenam ), dan
10) the networked model ( Model Jaringan )

Dari kesepuluh model pembelajaran terpadu di atas dipilih tiga model pembelajaran yang dipandang layak dan sesuai untuk dapat dikembangkan dan mudah dilaksanakan di pendidikan dasar (Prabowo, 2000:7). Ketiga model pembelajaran terpadu yang dimaksud adalah model terhubung (connected), model jaring laba-laba (webbed), model keterpaduan (integrated ).

Berdasarkan karakteristik yang dimiliki oleh masing-masing model pembelajaran tersebut, maka model pembelajaran yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah model terhubung (the connected model), karena model terhubung ini penekanannya terletak pada perlu adanya integrasi inter bidang studi itu sendiri. Selain itu, Model terhubung ini juga secara nyata menghubungkan satu konsep dengan konsep lain, satu topik dengan topik lain, satu keterampilan dengan keterampilan lain, tugas yang dilakukan dalam satu hari dengan tugas yang dilakukan pada hari berikutnya, serta ide-ide yang dipelajari pada satu semester dengan semester berikutnya. Pemanfaatan penerapan model terhubung (connected) ini sangat relevan dengan konsep Cahaya (dalam fisika) dan konsep Sistem Indera pada manusia (dalam biologi), agar dapat terwujud pemampatan/ pengurangan waktu dalam pembelajaran pada konsep-konsep tersebut (Reduce Instructional Time). Hal ini terkait dengan upaya menghindari terjadinya penjejalan kurikulum dalam proses pembelajaran, sebagai akibat dari mengejar target kurikulum.

Beberapa kelebihan dari model terhubung (connected) adalah sebagai berikut : (1) dampak positif dari mengaitkan ide-ide dalam satu bidang studi adalah siswa memperoleh gambaran yang luas sebagaimana suatu bidang studi yang terfokus pada suatu aspek tertentu. (2) siswa dapat mengembangkan konsep-konsep kunci secara terus menerus, sehingga terjadilah proses internalisasi. (3) menghubungkan ide-ide dalam suatu bidang studi sangat memungkinkan bagi siswa untuk mengkaji, mengkonseptualisasi, memperbaiki, serta mengasimilasi ide-ide secara terus menerus sehingga memudahkan untuk terjadinya proses transfer ide-ide dalam memecahkan masalah.

Di samping mempunyai kelebihan, model terhubung ini juga mempunyai kekurangan sebagai berikut : (1) masih kelihatan terpisahnya antar bidang studi, (2) tidak mendorong guru untuk bekerja secara tim, sehingga isi dari pelajaran tetap saja terfokus tanpa merentangkan konsep-konsep serta ide-ide antar bidang studi, dan (3) dalam memadukan ide-ide dalam satu bidang studi, maka usaha untuk mengembangkan keterhubungan antar bidang studi menjadi terabaikan.

Sintaks (pola urutan) dari model pembelajaran terpadu tipe connected (terhubung) menurut Prabowo (2000:11 – 14) sebagai berikut :
1. Tahap Perencanaan :
1.1. menentukan tujuan pembelajaran umum
1.2. menentukan tujuan pembelajaran khusus
2. Langkah-langkah yang ditempuh oleh guru :
2.1. menyampaikan konsep pendukung yang harus dikuasai siswa.
(materi prasyarat)
2.2. menyampaikan konsep-konsep yang hendak dikuasai oleh siswa
2.3. menyampaikan keterampilan proses yang dapat dikembangkan
2.4. menyampaikan alat dan bahan yang akan digunakan / dibutuhkan
2.5. menyampaikan pertanyaan kunci
3. Tahap Pelaksanaan, meliputi :
3.1. pengelolaan kelas; dengan membagi kelas kedalam beberapa kelompok
3.2. kegiatan proses
3.3. kegiatan pencatatan data
3.4. diskusi secara klasikal
4. Evaluasi, meliputi :
4.1. evaluasi proses , berupa :
- ketepatan hasil pengamatan
- ketepatan dalam penyusunan alat dan bahan
- ketepatan siswa saat menganalisis data
4.2. evaluasi produk :
- penguasaan siswa terhadap konsep-konsep / materi sesuai dengan tujuan pembelajaran khusus yang telah ditetapkan.
4.3. evaluasi psikomotor :
- kemampuan penguasaan siswa terhadap penggunaan alat ukur.

Artikel ini ditulis oleh Asrul Supert Jumboo

Apa Bedanya Guru Dulu dengan Guru Sekarang?


Masih teringat dan belum selesai kasus tawuran antar pelajar dan Miyabi di LKS, yang menjadi sorotan media beberapa minggu terakhir. Tentu saja ini sedikit banyak mencoreng dunia pendidikan di negeri ini. Dan mau tidak mau, sekolah dan guru juga menjadi lembaga dan orang yang juga menjadi perhatian. Penilaian masyarakat luas sangat beragam terhadap kasus ini yang secara tidak langsung akan mengurai permasalahan-permasalahan yang dihadapi di dunia pendidikan.

Di tulisan ini akan membahas faktor interen pendidikan, khususnya sekolah atau guru. Sekolah dianggap membiarkan saja bentuk kekerasan, walau sebenarnya tidak ada lembaga pendidikan atau tenaga pendidikan yang menghendaki sebuah kekerasan. Ada juga yang berkomentar, guru sekarang berbeda dengan guru yang dulu. Katanya guru sekarang mendidik tidak dengan hati, mereka mengajar untuk pekerjaan.

Kalau dilihat dari sejarahnya, memang guru sekarang lebih enak dibanding dengan guru zaman dulu jika dilihat dari segi kesejahteraan. Walau hal ini juga bisa dibantah, karena masih banyak guru yang berstatus guru honorer atau guru tidak tetap yang jauh mendapat perhatian. Secara umum, keterbatasan sarana dan prasarana mulai berkurang, seharusnya pendidikan kita tidak hanya jalan di tempat.

Guru zaman dalam melaksanakan tugasnya cenderung dalam keterbatasan, bangunan yang rusak, buku yang tidak lengkap, gaji yang sedikit. Tetapi dengan keterbatasan itu guru mampu mengatasinya dengan terus mendidik anak-anak yang mampu menjadi penerus bangsa. Masyarakat sebenarnya sederhana dalam memaknai keberhasilan pendidikan, bukan dengan angka misalnya mendapat selalu mendapat juara atau mendapatkan nilai tertinggi. Masyarakat menilai keberhasilan anak didiknya tidak hanya keberhasilan akademis, tetapi anaknya bisa dewasa secara emosional, memiliki karakter yang baik dan bisa bersikap terpuji.

Guru zaman dahulu memiliki kewenangan yang luas untuk mendidik anak di sekolah, sebagai orang tua di sekolah. Tidak ada yang namanya orang tua melaporkan guru anaknya. Orang tua dan guru bisa berhubungan dengan harmonis dengan orang tua anak didik. Ketika pulang ke rumah, orang tua bisa menjadi guru yang baik bagi anaknya, masyarakat mampu mengajarkan nilai kehidupan.

Berbeda zaman tentu juga berbeda tantangan yang dihadapai, guru zaman sekarang tidak lagi terlalu dipusingkan dengan keterbatasan. Guru zaman sekarang lebih banyak tuntutan dan aturan yang harus dipatuhi. Sistem dan aturan memaksa guru terseret untuk melakukan yang menyalahi makna dari profesinya. Mulai dari diombang-ambingkan dengan kepentingan penguasa daerah, aturan yang membuat ruang gerak terbatas. Sibuk dengan tugas administrasinya. Semua menjadi terasa harus seperti yang ada di dalam buku.

Satu lagi yang membedakan guru sekarang dengan guru dulu adalah, guru sekarang kurang lagi dihormati oleh anak didiknya. Pertanyaan besarnya, mengapa guru tidak lagi dihormati anak didiknya? Jika dulu, anak didik selalu menghormati anak didiknya bahkan sering didengar cerita anak didik yang rela menunggu di depan pintu gerbang untuk menunggu gurunya datang dan membawakan tas dan sepedanya. Walau kadang guru memberikan hukuman pada anak didik, tetapi anak tetap menghoramati gurunya.

Sekarang banyak guru profesional, tetapi tidak tahu profesional itu yang seperti apa. Gaji cukup bahkan lebih tetapi masih saja merasa kurang, sampai-sampai SK-nya disekolahkan di bank. Biarlah, dulu ya dulu, sekarang ya sekarang. Mau berubah atau tidak tergantung orang dan sistem pendidikannya bisa merubah atau tidak. Pasti masih ada guru yang mendidik dengan hati. Tiap masa berbeda itu wajar, karena yang tantangan yang dihadapi juga berbeda, tentu harapannya bisa lebih baik. Sudahlah, tidak baik membicarakan orang apalagi membanding-bandingkan, tapi kalau komentar silahkan saja!

Ditulis oleh Kurnia Septa
Anda juga bisa menulis dan mengirimkan artikel reportase atau opini di sini.