Tuesday, March 26, 2013

Disleksia


Disleksia
Disleksia bukanlah penyakit menular yang mematikan . Biarpun begitu, anak dengan disleksia perlu mendapat penanganan yang  tepat. Semua anak, pada awal masuk sekolah pastilah pernah mengalami kesulitan membaca dan menulis. Ini wajar karena persepsi visual anak – anak di bawah umur 8 tahun masih belum matang. Tak heran, banyak anak kelas 1 dann 2 SD yang masih salah menulis dan membaca. Agar anak lancer dan piawai menulis butuh banyak latihan dan daya juang. Namun bila kesulitan – terbata membaca, tulisannya buruk, dan tak menggunakan spasi dalam menulis – itu menetap mesik anak sudah berada di kelas 5 atau 6 berarti ada sesuatu yang salah. Boleh jadi anak mengalami gangguan disleksia.


KESULITAN BELAJAR SPESIFIK
Secara harafiah disleksia berarti salah membaca. Lebih spesifik disleksi, menurut pakar disleksia ‘ Lucia RM Royanto, Msi, MspEd, adalah sebuah kondisi di mana anak mengalami kesulitan belajar spesifik. Ini berkaitan dengan penggunaan keterampilan dasar seperti membaca, mengeja, dan menulis. Psikologi pendidikan yang kerap menjadi pembicara soal disleksia ini menjabarkan, anak disleksia memiliki ciri mengalami kesulitan mengerjakan sesuatu yang memerlukan hafalan, susah mengurut sesuatu, dana memiliki gerak motori  yang kurang baik.

Disleksia ini disebabkan oleh tiga factor. Pertama, factor biologis yang disebabkan oleh adanya sedikit luka (lension) pada otak. Ini dikenal disfungsi mimimum otak (DMO). Disfungsi ini dapat terjadi pada saat anak masih dalam kandungan, atau ketika lahir ia kekurangan oksigen sehingga sedikit merusak otak. Trauma atau benturan pada kepala pun bisa menyebabkan terjadinya DMO. Meski begitu, anak – anak dengan DMO secara umum tingkat intelgesianya masih tergolong rata – rata. Bahkan banyak pula yang di atas standar. Faktor  kedua adalah karena faktor kognitif  dan pemrosesan. Sementara faktor ketiga , karena perilaku. Gangguan disleksia tidak mengenal batas ekonomi. Sebut saja di Amerika Serikat , tercatat ada 10% - 15% anak sekolah mengalami disleksia. Menariknya, menurut psikolog dari sekolah Pantara, Fitriani Sumarlis, disleksia ternyata bisa juga ‘diturunkan ‘ . seperti mantan PM Singapura Lee Kwan Yeuw yang disleksia misalnya, anak lelakinya pun mengidap disleksia. Bahkan sejumlah tokoh kesohor pun tercatat mengalami ini. Ada Alberti Einstein yang jenius, Tom Cruise yang aktor kesohor, atau George W Bush. Tapi mereka tahu bagaimana mensiasatinya sehingga bisa terus maju dan mengoptimalkan potensinya.

Meski begitu, anak dengan disleksia , papa Lucia, berpotensi mengalami kegagalan dalam mengikuti pelajaran di sekolah. Anak – anak ini kerap memandang dirinya negatif dan kurang kompeten. Bila  sudah begitu yang berikutnya adalah efek domino. “ Akibatnya mereka sering dihinggapi rasa cemas, gugup , kurang motivasi, serta tentang konsentrasi dan perhatian yang pendek”, imbuh Lucia yang menyelesaikan masternya di University of New Castle , Australia . Karena efeknya pada anak cukup serius tak heran DR. Arief Rachman, M.Pd., berkeyakinan anak dengan gangguan ini perlu penganganan khusus. Sekolah regular, tutur Arief, takkan mampu menanggulangi anak disleksia. “ Mereka harus mendapat penanganan khusus” tandas Arief. Untungnya, kini di Jakarta ada sekolah Pantara, yang khusus  menangani anak – anak disleksia.

IDENTIFIKASI
Sebagai orangtua, sesungguhnya kita bisa mendeteksi ada tidaknya disleksi pada anak sedini mungkin. Amati saja apakah dalam kesehariannya anak sering merasa kesulitan membedakan antara kiri dan kanan, atas dan bawah, kemarin dan besok, atau siang dan malam. Atau ia kerap menabrak dinding yang terlihat jelas, sering tersesat saat berada dalam lingkungan baru, tak menyukai mainan puzzle, susah membedakan  huruf – huruf yang bentuknya mirip seperti ‘b’ dan ‘d’, ‘p’ dan ‘q’ , ‘m’ dan ‘w’. Mereka juga sering kehilangan ‘jejak’ ketika sedang membaca dan terbalik membaca kata – kata yang mirip bentuknya. Umpamanya ‘ubi’ dengan ‘ibu’. Anak – anak disleksia juga mengalami kesulitan dalam mengingat kata – kata yang dilihatnya. Jika si anak mengalami hal ini setelah usianya di atas 8 tahun , kemungkinan besar ia menderita disleksia.

Sementara itu psikolog dan praktisi terapis pada anak – anak disleksia menggunakan tes – tes psikometri untuk memastikan ada tidaknya masalah dalam intelegensi pada anak. Tes –tes seperti itu dapat memudahkan identifikasi ada tidaknya masalah dalam pemoresan informasi  dari segi visual , auditif, atau pun motoriknya. Jadi pemeriksaan menyeluruh harus dilakukan untuk  membantu anak disleksia. Ini berguna untuk mengetahui potensi anak dan  ketidakmampuannya. Dengan begitu intervensi yang akan dilakukan pus bisa lebih terfokus. Buakan ingn mengecilkan hati. Sayang, disleksia tak bisa disembuhkan secara total. Tapi , dengan terapi, anak – anak disleksia dapat mengetahui ‘ celah’ mana yang bisa dilakukan untuk mengeliminir kesalahannya. Umpamanya saja, untuk menghindari salah menulis ‘b’ dan ‘d’ , maka anak dapat membedakan kedua huruf tersebut, dan kemungkinan untuk salah pun bisa dihindari. Atau misalnya, anak kelak juga dapa menyeleksi bidang pekerjaanny, misalnya bidang pekerjaan yang tak berkaitan dengan tulis menulis.

Dengan terapi, misalnya anak akan terlatih untuk menangkap atau melempar bola dengan kedua tangannya. Dengan begitu oang yang menerima bola takkan  tahu bahwa ia tak tahu mana yang kiri dan kanan. Ah Anda tak perlu kuatir berlebihan,. Cukup banyak mereka  yang memiliki gangguanini menjadi tokoh  besar. Itu artinya si kecil pun bisa beprestasi sesuai dengan kompetensinya.
 

Sumber : http://caramendidikanak-1.blogspot.com/2012/07/disleksia.html

No comments:

Post a Comment