Disleksia bukanlah
penyakit menular yang mematikan . Biarpun begitu, anak dengan disleksia perlu
mendapat penanganan yang tepat. Semua
anak, pada awal masuk sekolah pastilah pernah mengalami kesulitan membaca dan
menulis. Ini wajar karena persepsi visual anak – anak di bawah umur 8 tahun
masih belum matang. Tak heran, banyak anak kelas 1 dann 2 SD yang masih salah
menulis dan membaca. Agar anak lancer dan piawai menulis butuh banyak latihan
dan daya juang. Namun bila kesulitan – terbata membaca, tulisannya buruk, dan
tak menggunakan spasi dalam menulis – itu menetap mesik anak sudah berada di
kelas 5 atau 6 berarti ada sesuatu yang salah. Boleh jadi anak mengalami
gangguan disleksia.
KESULITAN BELAJAR
SPESIFIK
Secara harafiah
disleksia berarti salah membaca. Lebih spesifik disleksi, menurut pakar
disleksia ‘ Lucia RM Royanto, Msi, MspEd, adalah sebuah kondisi di mana anak
mengalami kesulitan belajar spesifik. Ini berkaitan dengan penggunaan
keterampilan dasar seperti membaca, mengeja, dan menulis. Psikologi pendidikan
yang kerap menjadi pembicara soal disleksia ini menjabarkan, anak disleksia
memiliki ciri mengalami kesulitan mengerjakan sesuatu yang memerlukan hafalan,
susah mengurut sesuatu, dana memiliki gerak motori yang kurang baik.
Disleksia ini
disebabkan oleh tiga factor. Pertama, factor biologis yang disebabkan oleh
adanya sedikit luka (lension) pada otak. Ini dikenal disfungsi mimimum otak
(DMO). Disfungsi ini dapat terjadi pada saat anak masih dalam kandungan, atau
ketika lahir ia kekurangan oksigen sehingga sedikit merusak otak. Trauma atau
benturan pada kepala pun bisa menyebabkan terjadinya DMO. Meski begitu, anak –
anak dengan DMO secara umum tingkat intelgesianya masih tergolong rata – rata. Bahkan
banyak pula yang di atas standar. Faktor kedua adalah karena faktor kognitif dan pemrosesan. Sementara faktor ketiga ,
karena perilaku. Gangguan disleksia tidak mengenal batas ekonomi. Sebut saja di
Amerika Serikat , tercatat ada 10% - 15% anak sekolah mengalami disleksia.
Menariknya, menurut psikolog dari sekolah Pantara, Fitriani Sumarlis, disleksia
ternyata bisa juga ‘diturunkan ‘ . seperti mantan PM Singapura Lee Kwan Yeuw
yang disleksia misalnya, anak lelakinya pun mengidap disleksia. Bahkan sejumlah
tokoh kesohor pun tercatat mengalami ini. Ada Alberti Einstein yang jenius, Tom
Cruise yang aktor kesohor, atau George W Bush. Tapi mereka tahu bagaimana
mensiasatinya sehingga bisa terus maju dan mengoptimalkan potensinya.
Meski begitu, anak
dengan disleksia , papa Lucia, berpotensi mengalami kegagalan dalam mengikuti
pelajaran di sekolah. Anak – anak ini kerap memandang dirinya negatif dan
kurang kompeten. Bila sudah begitu yang
berikutnya adalah efek domino. “ Akibatnya mereka sering dihinggapi rasa cemas,
gugup , kurang motivasi, serta tentang konsentrasi dan perhatian yang pendek”,
imbuh Lucia yang menyelesaikan masternya di University of New Castle , Australia
. Karena efeknya pada anak cukup serius tak heran DR. Arief Rachman, M.Pd.,
berkeyakinan anak dengan gangguan ini perlu penganganan khusus. Sekolah regular,
tutur Arief, takkan mampu menanggulangi anak disleksia. “ Mereka harus mendapat
penanganan khusus” tandas Arief. Untungnya, kini di Jakarta ada sekolah
Pantara, yang khusus menangani anak –
anak disleksia.
IDENTIFIKASI
Sebagai orangtua,
sesungguhnya kita bisa mendeteksi ada tidaknya disleksi pada anak sedini
mungkin. Amati saja apakah dalam kesehariannya anak sering merasa kesulitan
membedakan antara kiri dan kanan, atas dan bawah, kemarin dan besok, atau siang
dan malam. Atau ia kerap menabrak dinding yang terlihat jelas, sering tersesat
saat berada dalam lingkungan baru, tak menyukai mainan puzzle, susah
membedakan huruf – huruf yang bentuknya
mirip seperti ‘b’ dan ‘d’, ‘p’ dan ‘q’ , ‘m’ dan ‘w’. Mereka juga sering
kehilangan ‘jejak’ ketika sedang membaca dan terbalik membaca kata – kata yang
mirip bentuknya. Umpamanya ‘ubi’ dengan ‘ibu’. Anak – anak disleksia juga
mengalami kesulitan dalam mengingat kata – kata yang dilihatnya. Jika si anak
mengalami hal ini setelah usianya di atas 8 tahun , kemungkinan besar ia
menderita disleksia.
Sementara itu
psikolog dan praktisi terapis pada anak – anak disleksia menggunakan tes – tes psikometri
untuk memastikan ada tidaknya masalah dalam intelegensi pada anak. Tes –tes seperti
itu dapat memudahkan identifikasi ada tidaknya masalah dalam pemoresan
informasi dari segi visual , auditif,
atau pun motoriknya. Jadi pemeriksaan menyeluruh harus dilakukan untuk membantu anak disleksia. Ini berguna untuk
mengetahui potensi anak dan
ketidakmampuannya. Dengan begitu intervensi yang akan dilakukan pus bisa
lebih terfokus. Buakan ingn mengecilkan hati. Sayang, disleksia tak bisa
disembuhkan secara total. Tapi , dengan terapi, anak – anak disleksia dapat
mengetahui ‘ celah’ mana yang bisa dilakukan untuk mengeliminir kesalahannya. Umpamanya
saja, untuk menghindari salah menulis ‘b’ dan ‘d’ , maka anak dapat membedakan
kedua huruf tersebut, dan kemungkinan untuk salah pun bisa dihindari. Atau misalnya,
anak kelak juga dapa menyeleksi bidang pekerjaanny, misalnya bidang pekerjaan
yang tak berkaitan dengan tulis menulis.
Dengan terapi,
misalnya anak akan terlatih untuk menangkap atau melempar bola dengan
kedua
tangannya. Dengan begitu oang yang menerima bola takkan tahu bahwa ia
tak tahu mana yang kiri dan
kanan. Ah Anda tak perlu kuatir berlebihan,. Cukup banyak mereka yang
memiliki gangguanini menjadi tokoh besar. Itu artinya si kecil pun bisa
beprestasi sesuai dengan kompetensinya.
No comments:
Post a Comment